"Sesuatu itu dapat dikhayalkan apabila ia pernah dijangkau oleh indra"
Khayalan kita memiliki keterbatasan. Kita tidak akan bisa mengkhayalkan sesuatu yang baru sama sekali. Ketika kita mengkhayalkan kecantikan seseorang secara fiktif, maka kita akan menggabungkan unsur-unsur kecantikan dari banyak orang yang sudah pernah disaksikan. Begitu juga seorang arsitek, saat merancang suatu gedung yang paling indah dia hanya menggabung-gabungkan unsur keindahan yang pernah dia lihat dari beberapa gedung lainnya.
"Sesuatu yang dapat diindra bisa diyakini keberadaannya, kecuali akal mengatakan tidak berdasarkan pengalaman masa lalu".
Apabila saya untuk pertama kalinya melihat sepotong kayu di dalam gelas berisi air putih yang kelihatan bengkok, atau melihat tiang-tiang listrik bergerak dilihat dari jendela bus/l300 yang sedang berjalan, maka tentu saya akan membenarkannya. Akan tetapi, apabila kemudian terbukti bahwa hasil penglihatan indra saya itu salah, maka untuk yang kedua kalinya, saat melihat hal yang sama, akal saya langsung mengatakan tidak demikian hal yang sebenarnya.
Sumber:
Taufik Rahman, Tauhid Ilmu Kalam, Cet. I (Bandung: Pustaka Setia, 2013), hal. 16-17.